Beranda | Artikel
Manhaj Para Nabi dalam Berdakwah
Rabu, 17 Juli 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yala Kurnaedi

Manhaj Para Nabi dalam Berdakwah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 9 Al-Muharram 1446 H / 15 Juli 2024 M.

Kajian Tentang Manhaj Para Nabi dalam Berdakwah

Pelajaran yang ketiga dari kisah Nabi Syuaib adalah wajib bagi para pendakwah untuk berjalan dalam dakwah mereka sesuai dengan manhajnya para nabi. Manhajnya para nabi disebutkan di kitab ini, ada lima.

Jadi kita cocokkan manhaj dakwah kita dengan manhaj dakwah para nabi. Apabila belum sesuai dengan manhaj dakwahnya para nabi, tentunya itu merupakan kesalahan yang harus kita perbaiki. Apabila sudah cocok dengan manhajnya para nabi, wajib bersyukur dan berdoa kepada Allah agar istiqamah di atas manhaj para nabi dalam berdakwah ilallah.

Yang pertama, mereka berdakwah dengan dakwah tauhid. Kita lihat dakwah kita di atas dakwah tauhid, mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah atau tidak. Atau mengajak kepada kesyirikan, atau bid’ah, atau maksiat?

Yang kedua, dakwah mereka dibangun di atas ilmu. Nah, kita juga lihat manhaj dakwah kita. Apakah kita ketika berdakwah ngarang-ngarang, asal-asalan, ngomong dengan kebodohan, menerka-nerka, atau kita berdakwah dengan ilmu?

Ilmu yang dimaksud adalah wahyu. Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan pada kita bahwa ilmu itu adalah firman Allah, sabda Rasul, dan perkataan para sahabat Rasul kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Manhaj sahabat di atas ilmu, bukan seperti sebagian orang yang hanya modal nekat, retorika, dongeng, bicara kesana kemari tanpa dalil. Tapi dakwah para nabi dan dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dibangun di atas ilmu. Bukan dibangun di atas kebodohan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي…

“Katakanlah, ‘Ini jalanku. Aku berdakwah mengajak manusia kepada Allah diatas ilmu.`” (QS. Yusuf[12]: 108)

Yang ketiga adalah ikhlas dalam berdakwah kepada Allah dan hanya mengharapkan pahala dari Allah. Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam berkata pada kaumnya di Surah Asy-Syu’ara ayat 180,

وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Aku tidak menginginkan upah dari kalian, upahku hanya dari Allah, Rabb alam semesta.” (QS. Asy-Syu’ara`[26]: 180)

Nabi Syu’aib dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa beliau berdakwah tidak menginginkan keuntungan duniawi dari dakwahnya. Yang beliau inginkan adalah umatnya mentauhidkan Allah dan taat kepadaNya.

Makanya, sangat tidak pantas, seorang pendakwah ribut gara-gara tidak dikasih bayaran atau upah. Ini sangat tidak pantas.

Yang keempat adalah mengamalkan apa yang dia dakwahkan, dan dia mendakwahi mereka dengan contoh yang baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۚ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Syu’aib berkata: ‘Hai kaumku, apa pendapat kalian apabila aku berada diatas keterangan yang jelas dari Rabbku dan dianugerahiNya aku rezeki yang baik? Dan aku tidak menginginkan menyalahi kalian kepada apa yang aku larang kalian darinya. Aku tidak menginginkan kecuali perbaikan semampuku. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepadaNyalah aku kembali.`” (QS. Hud[11]: 88)

Wajib bagi para pendakwah untuk mengamalkan ilmu mereka, tidak berselisih antara perkataan dengan perbuatan. Karena yang melakukan itu tidak punya akal.

Allah Ta’ala berfirman,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Apakah kalian memintahkan manusia berbuat baik dan kalian melupakan diri kalian sedangkan kalian membaca Al-Kitab, tidakkah kalian berakal?” (QS. Al-Baqarah[2]: 44)

Yang kelima, dakwah para Nabi adalah mengajak manusia kepada perbaikan, bukan kepada kerusakan. Ini yang dilakukan oleh Nabi Syu’aib bersama kaumnya. Nabi Syuaib di Surah Hud ayat 88 berkata, “Aku tidak menginginkan melainkan perbaikan semampuku.”

Ada tulisan bagus, ditulis oleh Dr. Muhammad Umar Bazmul, “Lima Kaidah Perbaikan Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” Ini bagus sekali, ada kaidah-kaidahnya. Banyak kaidahnya yang beliau sebutkan, di antaranya adalah tauhid, kemudian perbaikan dimulai dari diri sendiri, tidak menunggu-nunggu pemimpin. Karena Allah Ta’ala berfirman,

…إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ…

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d[13]: 11)

Allah tidak berfirman di ayat ini “Sehingga diubah dulu pemimpinnya.” Karena pemimpin -seperti yang sering dikatakan oleh ulama- adalah gambaran dari rakyatnya. Jadi perbaiki diri, keluarga, anak-anak, kemudian yang terdekat dan terdekat.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54293-manhaj-para-nabi-dalam-berdakwah/